Wayang merupakan kesenian tradisional asli milik nusantara
yang berkembang di masyarakat Jawa dan Bali, serta sebagian wilayah Sumatera
dan Melayu yang terpengaruh budaya Jawa. Tidak ada informasi yang menjelaskan
kapan pastinya kesenian ini mulai ada di Indonesia, tapi sebuah prasasti
bernama Prasasti Balitung yang berada di Magelang Utara peninggalan Kerajaan
Mataram Kuno berangka tahun 907 Masehi menggambarkan adanya kesenian wayang
pada masyarakat Jawa.
Wayang dahulu digunakan sebagai media dalam menyebarkan agama, baik agama Hindu-Buddha, Islam, maupun Kristen, dan dimainkan dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Tingginya nilai estetika yang dimiliki oleh masyarakat nusantara menjadikan kesenian ini sebuah kesenian yang berbeda dengan kesenian boneka yang ada di negara lain. Perbedaan ini terletak pada gaya tutur dan pertunjukan wayang yang menarik.
Perbedaaan latar budaya inilah yang menjadikan kesenian wayang beraneka ragam, baik dari segi cerita yang dibawakan hingga media yang digunakan dalam pembuatan wayang. Wayang timplong merupakan salah satu dari puluhan jenis wayang yang ada di nusantara. Wayang jenis ini berasal dari daerah Nganjuk, Jawa Timur, terbuat dari kayu pinus dan sudah ada sejak tahun 1910-an.
Pembuatan wayang ini cukup rumit karena kayu harus dipahat hingga pipih layaknya wayang kulit. Pembuat wayang timplong juga harus memperhatikan bentuk detail dari wayang itu sendiri. Wayang timplong biasa dimainkan dengan iringan bunyi gamelan. Bunyi gamelan ini bersumber dari beberapa alat musik tradisional yang umumnya berkembang pada masyarakat Jawa dan Bali seperti gambang bambu, kathuk, kenong, kempul, dan kendang.
Wayang timplong umumnya membawakan cerita yang berasal dari daerah kesenian ini pertama kali muncul. Biasanya ceritanya berhubungan dengan Kerajaan Mataram Kuno. Berdasarkan perkembangannya, kini cerita yang dibawakan dalam wayang timplong disesuaikan dengan keadaan budaya yang saat ini sedang berlangsung. Penonton pun tidak akan bosan dengan cerita yang dipentaskan dalam pertunjukan wayang timplong. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]
Wayang dahulu digunakan sebagai media dalam menyebarkan agama, baik agama Hindu-Buddha, Islam, maupun Kristen, dan dimainkan dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Tingginya nilai estetika yang dimiliki oleh masyarakat nusantara menjadikan kesenian ini sebuah kesenian yang berbeda dengan kesenian boneka yang ada di negara lain. Perbedaan ini terletak pada gaya tutur dan pertunjukan wayang yang menarik.
Perbedaaan latar budaya inilah yang menjadikan kesenian wayang beraneka ragam, baik dari segi cerita yang dibawakan hingga media yang digunakan dalam pembuatan wayang. Wayang timplong merupakan salah satu dari puluhan jenis wayang yang ada di nusantara. Wayang jenis ini berasal dari daerah Nganjuk, Jawa Timur, terbuat dari kayu pinus dan sudah ada sejak tahun 1910-an.
Pembuatan wayang ini cukup rumit karena kayu harus dipahat hingga pipih layaknya wayang kulit. Pembuat wayang timplong juga harus memperhatikan bentuk detail dari wayang itu sendiri. Wayang timplong biasa dimainkan dengan iringan bunyi gamelan. Bunyi gamelan ini bersumber dari beberapa alat musik tradisional yang umumnya berkembang pada masyarakat Jawa dan Bali seperti gambang bambu, kathuk, kenong, kempul, dan kendang.
Wayang timplong umumnya membawakan cerita yang berasal dari daerah kesenian ini pertama kali muncul. Biasanya ceritanya berhubungan dengan Kerajaan Mataram Kuno. Berdasarkan perkembangannya, kini cerita yang dibawakan dalam wayang timplong disesuaikan dengan keadaan budaya yang saat ini sedang berlangsung. Penonton pun tidak akan bosan dengan cerita yang dipentaskan dalam pertunjukan wayang timplong. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar